I’JAZ AL-QUR’AN
Makalah
ini disajikan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
“STUDI
AL-QUR’AN”
Oleh:
Endang Purwanti (210615147)
Ike Widiawati (210615155)
Ilma Pangestu Suryani (210615174)
Kelas PG.E/Kel. 3
Dosen Pengampu:
Nasrul Fuad Erfansyah,
M. Pd. I
PROGRAM STUDI PGMI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2015
BAB
I
PENDAHAULUAN
- Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an tidak
henti-hentinya diteliti dan dikaji. Kandungan dari kitab suci tersebut terus
menerus digali oleh para pengkajinya. Mereka berusaha menemukan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan tentang otentisitas al-Qur’an, kebenaran kandungannya,
nilai-nilai universal yang terkandung didalamnya, dan eksistensi al-Qur’an
sebagai mukjizat abadi Nabi Muhammad SAW.
Kajian al-Qur’an
sebagai mukjizat ini berkenaan dengan kehebatan al-Qur’an dalam menantang dan
mengalahkan berbagai upaya orang-orang yang mencari atau mencari-cari
kekurangan kekurangan atau kelemahan al-Qur’an. Tantangan al-Qur’an dan
kemampuan mengalahkan “musuh-musuhnya” itu dinamakan I’jaz atau mukjizat
al-Qur’an.
Kata I’jaz atau
bermu’jizat ini menimbulkan implikasi tersendiri, yaitu bisa menantang orang
yang meragukannya, dan mengalahkannya. Maka dari itu, penulis akan melakukan
pembahasan tentang I’jaz al-Qur’anagar emnjadi lebih jelas sehingga
masyarakat muslim menjadi lebih mengetahui dan mengenal dengan lebih rinci
tentang kitab sucinya.
- Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud I’jaz al-Qur’an?
2. Apa Saja Macam-macam I’jaz al-Qur’an?
3. Apa Saja Unsur-unsur mukjizat?
4. Bagaimana Perspektif Ulama Mengenai I’jaz
al-Qur’an?
5. Apa Saja Macam-macam dan Aspek
Kemukjizatan al-Qur’an?
- Tujuan
1. Mengetahui pengertian I’jaz al’Qur’an.
2. Mengetahui macam-macam I’jaz al-Qur’an.
3. Mengetahui unsur-unsur mukjizat.
4. Mengetahui prespektif ulama mengenai I’jaz al-Qur’an.
5. Mengetahui macam-macam dan aspek kemukjizatan
al-Qur’an.
BAB
II
PEMBAHASAN
- Definisi I’jaz al-Qur’an
Dari segi
bahasa, kata I’jaz berasal dari kata ‘ajaza, yu’jizu, I’jazan yang
berarti melemahkan atau memperlemah, juga dapat berarti menetapkan kelemahan.
Secara normative, I’jaz dapat berarti ketidakmampuan seorang melakukan
sesuatu namun bukan ketidakberdayaan. Oleh karena itu, apabila kumukjizatan itu
telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mukjizat yaitu orang lain tidak mampu
untuk mengalahkannya. Maksudnya I’jaz itu adalah sesuatau yang luar
biasa di luar adat istiadat manusia pada umumnya, yang hanya dimiliki oleh
orang yang diutus oleh Allah.[1]
Secara
terminologi, kata I’jaz adalah menampakkan kelemahan manusia baik secara
kelompok maupun perseorangan untuk menandingi hal yang serupa yang datangnya
dari Allah yang diberikan kepada rasul-Nya. Jadi yang dimaksud dengan I’jaz atau
mukjizat adalah perkara yang luar biasa yang disertai dengan tantangan yang
tidak mungkin dapat ditandingi oleh siapapun dan kapanpun yang diberikan kepada
para utusan Allah yang bertugas untuk menyampaikan risalah kepada manusia.[2]
Manna Khalil al-Qaththan mendefinisikan I’jaz sebagai
menampakkan kebenaran Nabi SAW dalam pengakuan orang lain, sebagai seorang
rasul utusan Allah SWT. Dengan menampakkan kelemahan orang-orang Arab untuk
menandinginya atau menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu al-Qur’an dan
kelemahan-kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Sementara Ali al-Shabuny
mengartikan I’jaz sebagai “menetapkan kelemahan manusia baik secara
kelompok atau bersama-sama untuk menandingi hal yang serupa dengannya…” Jadi I’jaz
ini upaya untuk menegaskan kelemahan manusia yang meragukan dan mengingkari
kenabian. Wajar dalam konsep I’jaz ini kalu konsepsi kenabian diklaim
sebagai kebenaran yang tidak bisa
dibantah, apalagi dikalahkan.
Sementara itu,
dalam konteks al-Qur’an, maka I’jaz al-Qur’an adalah sesuatu yang luar
biasa yang ada dalam al-Qur’an yang berfungsi berfungsi untuk melemahkan orang
yang meragukan dan tidak percaya terhadap al-Qur’an yang sifatnya sepanjang
zaman.
- Macam-macam I’jaz al-Qur’an
Dalam
sebuah buku yang berjudul ”Al-I’jaz Qur’any fi Wujuhil Muktasyifah”,
macam-macam i’jaz al-Qur’an yan terungkap antara lain: i’jaz balaghi
(berita mengenai hal ghaib), i’jaz tasyri’ (perundang-undangan), i’jaz
ilmi, i’jaz lughawi (keindahan redaksi al-Qur’an), i’jaz thibby
(kedokteran), i’jaz falaky (astronomi), i’jaz adady (jumlah), i’jaz
i’lami (informasi), dan lain sebagainya. Karena banyaknya berbagai macam i’jaz
al-Qur’an, maka dalam hal ini akan diuraikan beberapa bagian dari macam-macam i’jaz
al-Qur’an yang disebut dalam buku ”Al-I’jazal Qur’any fi wujuhil
Muktasyifah”, antara lain:
1. I’jaz Balaghy (berita tentang hal-hal
yang ghaib)
Sebagian
ulama’ mengatakan bahwa mukjizat al-Qur’an adalah berita ghaib, contohnya
adalah Fir’aun yang mengejar Nabi Musa as, hal ini diceritakan dalam QS. Yunus:
92 Artinya: ”Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat
menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami” (QS. Yunus:92).
2. I’jaz Lughawy (keindahan redaksi
Al-Qur’an)
Menurut
Shihab (dalam Rosihon Anwar, 2000:34) memandang segi-segi kemukjizatan al-Qur’an
dalam 3 aspek, di antaranya aspek keindahan dan ketelitian redaksinya. Dalam al-Qur’an
dijumpai sekian banyak contoh keseimbangan yang serasi antara kata-kata yang
digunakan, yaitu: Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dan antonimnya. Keseimbangan
jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau makna yang dikandungnya. Keseimbangan
antara jumlah bilangan kata dengan jumlah yang menunjukkan akibatnya.
3. I’jaz ’Ilmi
Didalam
al-Qur’an, Allah mengumpulkan beberapa macam ilmu, diantaranya ilmu falak, ilmu
hewan. Semuanya itu menimbulkan rasa takjub. Beginilah i’jaz al-Qur’an
ilmi itu betul-betul mendorong kaum muslimin untuk berfikir dan membukakan
pintu-pintu ilmu pengetahuan. Menurut Quraish Shihab, banyak sekali isyarat
ilmiah yang ditemukan dalam al-Qur’an, misalnya: Cahaya matahari bersumber dari
dirinya sendiri dan cahaya bulan merupakan pantulan, sebagaimana dijelaskan dalam
al-Qur’an surat Yunus ayat 5 Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat
menyesakkan nafas. Hal itu diisyaratkan dalam firman Allah: ”Barangsiapa
yang Allah kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapangkan dada orang itu untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi
sempit, seolah-olah dia sedang mendaki ke langit.” (QS. Al-An’am: 125) Perbedaan
sidik jari manusia, sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah SWT: ”Bukan
demikian, sebenarnya Kami berkuasa menyusun (kembali) jari-jarinya dengan
sempurna.” (QS. Al-Qiyamah: 4).
Aroma
manusia berbeda-beda, sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah SWT surat
Yusuf ayat 94 Masa penyusunan yang sempurna. Sebagaimana diisyaratkan dalam
firman Allah surat Al Baqoroh ayat 233 Adanya nurani (superego) dan bawah sadar
manusia sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah surat Al-Qiyamah ayat
14-15. Demikianlah petunjuk-petunjuk ilmiyah dan pandangan-pandangan orang yang
terdapat dalam al-Qur’an merupakan hidayah Allah. Oleh sebab itu orang harus
mempergunakan akalnya untuk membahas dan memikirkannya. Sayyid Quthb dalam
tafsirnya tentang firman Allah yang berbunyi: ”Mereka bertanya tentang bulan
sabit, katakanlah bahwa bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia
dan bagi (ibadah) haji.” (QS. Al-Baqoroh: 189).
4. I’jaz Tasyri’I Al-Qur’an
Menetapkan
peraturan pemerintah Islam, yaitu pemerintah yang berdasarkan musyawarah dan
persamaan serta mencegah kekuasaan pribadi. Firman Allah SWT: ”Dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu” (QS. Ali Imron: 159).
5. I’jaz ’Adady (Jumlah)
I’jaz ’adady merupakan rahasia
angka-angka dalam Al-Qur’an. Seperti dikatakan ”sa’ah” disebutkan dalam
Al-Qur’an sebanyak 24 kali, sama dengan jumlah jam dalam sehari semalam. Selain
itu Al-Qur’an menjelaskan bahwa kata “sab’u” berkaitan dengan kata “samawat”,
sebelumnya atau sesudahnya. Kata tersebut dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 7
kali. Begitu juga hari dalam seminggu berjumlah 7 hari, dan langitupun jumlahnya
7.
- UNSUR-UNSUR MUKJIZAT
Sebagaimana
dijelaskan oleh M. Quraish Shihab menjelaskan empat unsur mukjizat, yaitu:[3]
1. Hal atau peristiwa yang luar biasa.
Peristiwa-peristiwa alam atau kejadian sehari-hari walaupun menakjubkan tidak
bisa dinamakan mukjizat. Ukuran “luar biasa” tersebut adalah tidak bertentangan
dengan hukum alam, namun akal sehat pada waktu terjadinya peristiwa tersebut
belum bisa memahaminya.
2. Terjadi atau dipaparkan oleh seorang
Nabi. Artinya sesuatu yang luar biasa tersebut muncul dari atau berkenaan
dengan seorang Nabi. Peristiwa besar yang muncul dari seorang calon Nabi tidak
bisa dikatakan mukjizat, apalagi dari manusia biasa seperti kita.[4]
3. Mengandung tantangan terhadap yang
meragukan kenabian. Mukjizat terkait erat dengan tantangan dan jawaban terhadap
orang-orang yang meragukan kenabian. Jadi peristiwa yang tertkait dengan Nabi,
tapi tidak berkenaan dengan kenabian tidak bisa dikatakan sebagai mukjizat.
4. Tantangan tersebut tidak mampu atau
gagal dilayani. Mukjizat merupakan tantangan terhadap orang-orang yang
meragukan atau mengingkari kenabian dan mereka tidak mampu melayani tantangan
tersebut. Oleh karena itu, kalau tantangan tersebut mampu dilawan atau
dikalahkan, maka tantangan tersebut bukanlah bentuk mukjizat.
Keempat
unsur tersebut menjadi syarat bagi peristiwa tertentu sehingga peristiwa ini
bisa dinamakan mukjizat. Kalau salah satu unsur tersebut tidak ada, maka
peristiwa itu tidak bisa dikatakan sebagai mukjizat. Untuk mamahami esensi
keempat unsur mukjizat tersebut, kita mesti memahami segi-segi kemukjizatan,
khususnya kemukjizatan al-Qur’an.
- Perspektif Ulama Mengenai I’jaz al-Qur’an
Dalam
ilmu kalam, terjadi perbedaan pandangan para ulama tentang apakah al-Qur’an itu
merupakan makhluk atau bukan. Hal itu juga mendasari perbedaan pendapat
mengenai mukjizat al-Qur’an. Pendapat mereka terbagi menjadi beberapa ragam,
antara lain:
1. Abu Ishaq Ibrahin al-Nizam dan
pengikutnya dari kaum syiah berpendapat bahwa kemukjizatan al-Qur’an adalah
dengan cara shirfah. Maksudnya ialah bahwa Allah memalingkan orang-orang
arab yang menantang al-Qur’an, padahal sebenarnya mereka mampu untuk
menghadapinya. Pendapat ini merupakan pendapat yang salah.[5]
2. Satu golongan ulama berpendapat
bahwa al-Qur’an itu bermukjizat dengan balaghahnya yang mencapai tingkat tinggi
dan tidak ada bandingannya dan ini adalah pendapat ahli bahasa.[6]
3. Sebagian yang lain berpendapat bahwa
segi kemukjizatan al-Qur’an adalh karena mengandung badi’ yang sangat
unik dan berbeda dengan apa yang dikenal
dalam perkataan orang arab pada umumnya.
4. Golongan yang lain berpendapat bahwa
al-Quran itu kemukjizatannya terletak pada pemberitaannya tentang hal-hal yang
ghaib, yang telah lalu dan yang akan datang yang tidak ada seorangpun yang
tahu.
5. Satu golongan berpendapat bahwa
mukjizat al-Qur’an itu terjadi karena ia mengandung berbagai macam ilmu hikmah
yang dalam.
Syeikh
Muhammad Ali al-Shabuniy menyebatkan segi-segi kemukjizatan al-Qur’an, yaitu:[7]
1. Keindahan sastranya yang sama sekali
berbeda dengan keindahan sastra yang dimiliki oleh orang-orang arab.
2. Gaya bahasanya yang unik yang sama
sekali berbeda dengan semua gaya bahasa yang dimiliki oleh bangsa Arab.
3. Kefasihan bahasanya yang tidak
mungkin dapat ditandingi dan dilakukan oleh semua makhluk termasuk jenis
manusia.
4. Kesempurnaan syariat yang dibawanya
yang mengungguli semua syariat dan aturan-aturan lainnya.
5. Menampilkan berita-berita yang
bersifat eskatologis yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh otak manusia
kecuali melalui pemberitaan wahyu al-Qur’an itu sendiri.
6. Tidak adanya pertentangan antara
konsep-konsep yang dibawakannya dengan kenyataan kebenaran hasil penemuan dan
penyelidikan ilmu pengetahuan.
7. Terpenuhinya setiap janji dan
ancaman yang diberitakan al-Qur’an.
8. Ilmu pengetahuan yang dibawanya
mencakup ilmu pengetahuan syariat dan ilmu pengetahuan alam (tentang jagat
raya).
9. Dapat memenuhi kebutuhan manusia.
10. Dapat memberikan pengaruh yang
mendalam dan besar pada hati para pengikut dan musuh-musuhnya.
11. Susunan kalimat dan gaya bahasanya
terpelihara dari paradoksi dan kerancuan.
- Macam-macam dan Aspek Kemukjizatan al-Qur’an
Secara
garis besar mukjizat dapat dibagi ke dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat
yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat yang immaterial,
logis dan dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi yang terdahulu
merupakan salah satu jenis dari mukjizat yang pertama, karena mukjizat mereka
bersifat material dan indrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat dijangkau
lewat indra oleh masyarakat tempat mereka menyampaikan risalahnya.
Contohnya
seperti tidak terbakarnya Nabi Ibrahim ketika dibakar dalam kobaran api yang
sangat besar, berubah wujudnya tongkat Nabi Musa ketika berhadapan dengan
tukang sihirnya Fir’aun, banjir pada masa Nabi Nuh dan lain-lain. Berbeda
dengan mukjizat yang dimiliki oleh Nabi Muhammad, walaupun ada yang bersifat
indrawi, namun yang paling dahsyat adalah yang bersifat metafisika yang berupa
pemahaman oleh akal. Karena sifatnya yang demikian, maka ia tidak dibatasi oleh
waktu dan masa tertentu. Mukjizat al-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang
yang menggunakan akalnya dimana dan kapanpun. Perbedaan ini disebabkan oleh dua
hal pokok, yaitu:
1. Umat para Nabi sebelum Nabi Muhammad
membutuhkan kebenaran yang sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Akan tetapi,
setelah manusia menanjak dewasa, kedewasaan berpikir indrawi tidak begitu
dibutuhkan lagi. Maka dari itu, dapat dikatakan mukjizat para Nabi sebelum Nabi
Muhammad hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tertentu. Berbeda dengan Nabi
Muhammad yang diutus untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman sehingga
bukti kebenarannya harus ada sampai kapanpun juga.
2. Manusia mengalami perkembangan dalam
pemikirannya. Maka umat Nabi Muhammad membutuhkan bukti kebenaran yang sesuai
dengan tingkat pemahaman mereka.
Aspek-aspek
kemukjizatan al-Qur’an antara lain sebagai berikut:
a. Aspek Kebahasaan
Bahasa
al-Qur’an sungguh mampu membuat orang terpesona serta singkat, padat, dan
akurat. Seperti contoh berikut ini:
“Demi
(malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, dan (malaikat-malaikat)
yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut, dan (malaikat-malaikat) yang turun
dari langit dengam cepat, dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan
kencang, dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia)”. (Q.S.al-Nazi’at/79:1-5)
b. Pemberian Ghaib
Salah
satu mukjizat al-Qur’an adalah mampu memberitakan kejadian yang telah lampau,
seperti kisah Fir’aun yang terjadi pada 12 abad sebelum masehi. Perincian kisah
kaum-kaum terdahulu ini tidak satupun diungkap oleh kitab apapun. [8]
Bukan
hanya kabar tentang masa lampau, tetapi al-Qur’an mampu memberikan kabar
tentang masa depan. Misalnya berita kemenangan Romawi setelah kekalahannya.
Bahkan hal itu dijadikan nama surah tersendiri.
c. Isyarat-Isyarat Ilmiah
Al-Qur’an
bukan merupakan kitab atau buku ilmiah, namun al-Qur’an mampu memberikan
isyarat ilmiah sebelum manusia menyadari kebenarannya. Contohnya mengenai
reproduksi manusia yang diterangkan dalam surah al-Mu’minun: “Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikaan saripati
itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani
itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka maha suci Allah, pencipta Yang Paling Baik”. (Q.S.al-mu’minun/23:12-14)
Ayat
tersebut menerangkan mengenai reproduksi manusia. Dan ayat tersebut dikemukakan
15 abad dimana manusia belum mampu untuk mendeteksi proses reproduksi tersebut.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas maka dapat di simpulkan bahwa, I’jaz al-Qur’an
merupakan ilmu al-Qur’an yang membahas kekuatan susunan lafal dan kandungan al-Qur’an
dan menjadikan tidak mampu atau melemahkan bagi penantangnya. Macam-macam i’jaz
sendiri sangat banyak, di antaranya: i’jaz balaghi, i’jaz ’adady, i’jaz
lughowy, i’jaz tasyri’i dan lain sebagainya.
M.
Quraish Shihab menjelaskan ada empat unsur mukjizat, Keempat unsur tersebut
menjadi syarat bagi peristiwa tertentu sehingga peristiwa ini bisa dinamakan
mukjizat. Kalau salah satu unsur tersebut tidak ada, maka peristiwa itu tidak
bisa dikatakan sebagai mukjizat. Untuk mamahami esensi keempat unsur mukjizat
tersebut, kita mesti memahami segi-segi kemukjizatan, khususnya kemukjizatan
al-Qur’an.
Dalam
ilmu kalam, terjadi perbedaan pandangan para ulama tentang apakah al-Qur’an itu
merupakan makhluk atau bukan. Hal itu juga mendasari perbedaan pendapat
mengenai mukjizat al-Qur’an. Pendapat mereka terbagi menjadi beberapa ragam.
Secara
garis besar mukjizat dapat dibagi ke dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat
yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat yang immaterial,
logis dan dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi yang terdahulu
merupakan salah satu jenis dari mukjizat yang pertama, karena mukjizat mereka
bersifat material dan indrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat dijangkau
lewat indra oleh masyarakat tempat mereka menyampaikan risalahnya. Aspek-aspek
kemukjizatan al-Qur’an antara lain aspek kebahasaan, pemberian ghaib, isyarat-isyarat
ilmiah.
- Saran
Meyakini
bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Nabi terakhir dan jelas tidak mungkin lagi ada Nabi
atau mukjizat sepeninggal beliau. Lebih memahami dan mempelajari i’jaz
Al-Qur’an, karena akan semakin menambah keimanan kita sebagai kaum mukminin. Selalu
mempelajari i’jaz Al-Qur’an akan semakin memperkaya khazanah keilmuan
keislaman, khususnya ilmu Al-Qur’an, sehingga mampu menjawab tantangan
globalisasi dan modernisasi dengan isyarat atau kandungan-kandungan yang terdapat
dalam Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Muchottob. 2003. Studi Al-Qur’an Komprehensif.
Jogyakarta: Gama Media.
Nur Efendi, Muhammad Fathurrohman. 2014. Studi Al-Qur’an.
Yogyakarta: Teras.
Qaththan, Manna’al. 1995. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Quraish Shihab. 2007. Mukjizat
al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib. Bandung:
Mizan.
https://id.wikipedia.org/wiki/I%27jaz_al-Qur%27an. (diakses pada tanggal 24 september 2015).
[1]
Nur Efendi, Muhammad
Fathurrohman, Studi Al-Qur’an. (Yogyakarta: Teras, 2014), 218.
[2]
Ibid.,219.
[3]Quraish Shihab, Mukjizat
al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib
(Bandung: Mizan, 2007), 35.
[4] Ibid., 36.
[5]Mana’ Khalil
Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, terj. (Jakarta: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2004), 374.
[7]Ash-Shabuuny, Studi Ilmu
al-Qur’an, h. 137-178.
Pelajaran dan pendidikan akhlak sangat penting bagi pelajar muslim di seluruh Indonesia. Bagi seorang muslim dan muslimah sudah seharusnya Kita memiliki semangat dan ghirah dalam mempelajari bahasa arab. Terlebih lagi bahasa arab dan wasilah bagi kita dalam mengenal ilmu syari.
BalasHapusjelaskan pengertian mukjizat dan irhas Sejarah diturunkannya Al Quran Ufa Bunga SMartphone