Minggu, 18 September 2016

I'jaz Al-Qur'an



I’JAZ AL-QUR’AN
Makalah ini disajikan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
“STUDI AL-QUR’AN”

Oleh:
Endang Purwanti                  (210615147)
Ike Widiawati                       (210615155)
Ilma Pangestu Suryani          (210615174)

Kelas PG.E/Kel. 3

Dosen Pengampu:
Nasrul Fuad Erfansyah, M. Pd. I

PROGRAM STUDI PGMI
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2015
BAB I
PENDAHAULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an tidak henti-hentinya diteliti dan dikaji. Kandungan dari kitab suci tersebut terus menerus digali oleh para pengkajinya. Mereka berusaha menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang otentisitas al-Qur’an, kebenaran kandungannya, nilai-nilai universal yang terkandung didalamnya, dan eksistensi al-Qur’an sebagai mukjizat abadi Nabi Muhammad SAW.
Kajian al-Qur’an sebagai mukjizat ini berkenaan dengan kehebatan al-Qur’an dalam menantang dan mengalahkan berbagai upaya orang-orang yang mencari atau mencari-cari kekurangan kekurangan atau kelemahan al-Qur’an. Tantangan al-Qur’an dan kemampuan mengalahkan “musuh-musuhnya” itu dinamakan I’jaz atau mukjizat al-Qur’an.
Kata I’jaz atau bermu’jizat ini menimbulkan implikasi tersendiri, yaitu bisa menantang orang yang meragukannya, dan mengalahkannya. Maka dari itu, penulis akan melakukan pembahasan tentang I’jaz al-Qur’anagar emnjadi lebih jelas sehingga masyarakat muslim menjadi lebih mengetahui dan mengenal dengan lebih rinci tentang kitab sucinya.



  1. Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud I’jaz al-Qur’an?
2.      Apa Saja Macam-macam I’jaz al-Qur’an?
3.      Apa Saja Unsur-unsur mukjizat?
4.      Bagaimana Perspektif Ulama Mengenai I’jaz al-Qur’an?
5.      Apa Saja Macam-macam dan Aspek Kemukjizatan al-Qur’an?
  1. Tujuan
1.      Mengetahui pengertian I’jaz al’Qur’an.
2.      Mengetahui macam-macam I’jaz al-Qur’an.
3.      Mengetahui unsur-unsur mukjizat.
4.      Mengetahui prespektif ulama mengenai I’jaz al-Qur’an.
5.      Mengetahui macam-macam dan aspek kemukjizatan al-Qur’an.


BAB II
PEMBAHASAN
  1. Definisi I’jaz al-Qur’an
Dari segi bahasa, kata I’jaz berasal dari kata ‘ajaza, yu’jizu, I’jazan yang berarti melemahkan atau memperlemah, juga dapat berarti menetapkan kelemahan. Secara normative, I’jaz dapat berarti ketidakmampuan seorang melakukan sesuatu namun bukan ketidakberdayaan. Oleh karena itu, apabila kumukjizatan itu telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mukjizat yaitu orang lain tidak mampu untuk mengalahkannya. Maksudnya I’jaz itu adalah sesuatau yang luar biasa di luar adat istiadat manusia pada umumnya, yang hanya dimiliki oleh orang yang diutus oleh Allah.[1]
Secara terminologi, kata I’jaz adalah menampakkan kelemahan manusia baik secara kelompok maupun perseorangan untuk menandingi hal yang serupa yang datangnya dari Allah yang diberikan kepada rasul-Nya. Jadi yang dimaksud dengan I’jaz atau mukjizat adalah perkara yang luar biasa yang disertai dengan tantangan yang tidak mungkin dapat ditandingi oleh siapapun dan kapanpun yang diberikan kepada para utusan Allah yang bertugas untuk menyampaikan risalah kepada manusia.[2]
Manna Khalil al-Qaththan  mendefinisikan I’jaz sebagai menampakkan kebenaran Nabi SAW dalam pengakuan orang lain, sebagai seorang rasul utusan Allah SWT. Dengan menampakkan kelemahan orang-orang Arab untuk menandinginya atau menghadapi mukjizat yang abadi, yaitu al-Qur’an dan kelemahan-kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Sementara Ali al-Shabuny mengartikan I’jaz sebagai “menetapkan kelemahan manusia baik secara kelompok atau bersama-sama untuk menandingi hal yang serupa dengannya…” Jadi I’jaz ini upaya untuk menegaskan kelemahan manusia yang meragukan dan mengingkari kenabian. Wajar dalam konsep I’jaz ini kalu konsepsi kenabian diklaim sebagai kebenaran yang tidak  bisa dibantah, apalagi dikalahkan.
Sementara itu, dalam konteks al-Qur’an, maka I’jaz al-Qur’an adalah sesuatu yang luar biasa yang ada dalam al-Qur’an yang berfungsi berfungsi untuk melemahkan orang yang meragukan dan tidak percaya terhadap al-Qur’an yang sifatnya sepanjang zaman.
  1. Macam-macam I’jaz al-Qur’an
Dalam sebuah buku yang berjudul ”Al-I’jaz Qur’any fi Wujuhil Muktasyifah”, macam-macam i’jaz al-Qur’an yan terungkap antara lain: i’jaz balaghi (berita mengenai hal ghaib), i’jaz tasyri’ (perundang-undangan), i’jaz ilmi, i’jaz lughawi (keindahan redaksi al-Qur’an), i’jaz thibby (kedokteran), i’jaz falaky (astronomi), i’jaz adady (jumlah), i’jaz i’lami (informasi), dan lain sebagainya. Karena banyaknya berbagai macam i’jaz al-Qur’an, maka dalam hal ini akan diuraikan beberapa bagian dari macam-macam i’jaz al-Qur’an yang disebut dalam buku ”Al-I’jazal Qur’any fi wujuhil Muktasyifah”, antara lain:
1.      I’jaz Balaghy (berita tentang hal-hal yang ghaib)
Sebagian ulama’ mengatakan bahwa mukjizat al-Qur’an adalah berita ghaib, contohnya adalah Fir’aun yang mengejar Nabi Musa as, hal ini diceritakan dalam QS. Yunus: 92 Artinya: ”Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami” (QS. Yunus:92).
2.      I’jaz Lughawy (keindahan redaksi Al-Qur’an)
Menurut Shihab (dalam Rosihon Anwar, 2000:34) memandang segi-segi kemukjizatan al-Qur’an dalam 3 aspek, di antaranya aspek keindahan dan ketelitian redaksinya. Dalam al-Qur’an dijumpai sekian banyak contoh keseimbangan yang serasi antara kata-kata yang digunakan, yaitu: Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dan antonimnya. Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya atau makna yang dikandungnya. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan jumlah yang menunjukkan akibatnya.
3.      I’jaz ’Ilmi
Didalam al-Qur’an, Allah mengumpulkan beberapa macam ilmu, diantaranya ilmu falak, ilmu hewan. Semuanya itu menimbulkan rasa takjub. Beginilah i’jaz al-Qur’an ilmi itu betul-betul mendorong kaum muslimin untuk berfikir dan membukakan pintu-pintu ilmu pengetahuan. Menurut Quraish Shihab, banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam al-Qur’an, misalnya: Cahaya matahari bersumber dari dirinya sendiri dan cahaya bulan merupakan pantulan, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 5 Kurangnya oksigen pada ketinggian dapat menyesakkan nafas. Hal itu diisyaratkan dalam firman Allah: ”Barangsiapa yang Allah kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dada orang itu untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah dia sedang mendaki ke langit.” (QS. Al-An’am: 125) Perbedaan sidik jari manusia, sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah SWT: ”Bukan demikian, sebenarnya Kami berkuasa menyusun (kembali) jari-jarinya dengan sempurna.” (QS. Al-Qiyamah: 4).
Aroma manusia berbeda-beda, sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah SWT surat Yusuf ayat 94 Masa penyusunan yang sempurna. Sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah surat Al Baqoroh ayat 233 Adanya nurani (superego) dan bawah sadar manusia sebagaimana diisyaratkan dalam firman Allah surat Al-Qiyamah ayat 14-15. Demikianlah petunjuk-petunjuk ilmiyah dan pandangan-pandangan orang yang terdapat dalam al-Qur’an merupakan hidayah Allah. Oleh sebab itu orang harus mempergunakan akalnya untuk membahas dan memikirkannya. Sayyid Quthb dalam tafsirnya tentang firman Allah yang berbunyi: ”Mereka bertanya tentang bulan sabit, katakanlah bahwa bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan bagi (ibadah) haji.” (QS. Al-Baqoroh: 189).
4.      I’jaz Tasyri’I Al-Qur’an
Menetapkan peraturan pemerintah Islam, yaitu pemerintah yang berdasarkan musyawarah dan persamaan serta mencegah kekuasaan pribadi. Firman Allah SWT: ”Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu” (QS. Ali Imron: 159).
5.      I’jaz ’Adady (Jumlah)
I’jaz ’adady merupakan rahasia angka-angka dalam Al-Qur’an. Seperti dikatakan ”sa’ah” disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 24 kali, sama dengan jumlah jam dalam sehari semalam. Selain itu Al-Qur’an menjelaskan bahwa kata “sab’u” berkaitan dengan kata “samawat”, sebelumnya atau sesudahnya. Kata tersebut dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 7 kali. Begitu juga hari dalam seminggu berjumlah 7 hari, dan langitupun jumlahnya 7.
  1. UNSUR-UNSUR MUKJIZAT
Sebagaimana dijelaskan oleh M. Quraish Shihab menjelaskan empat unsur mukjizat, yaitu:[3]
1.      Hal atau peristiwa yang luar biasa. Peristiwa-peristiwa alam atau kejadian sehari-hari walaupun menakjubkan tidak bisa dinamakan mukjizat. Ukuran “luar biasa” tersebut adalah tidak bertentangan dengan hukum alam, namun akal sehat pada waktu terjadinya peristiwa tersebut belum bisa memahaminya.
2.      Terjadi atau dipaparkan oleh seorang Nabi. Artinya sesuatu yang luar biasa tersebut muncul dari atau berkenaan dengan seorang Nabi. Peristiwa besar yang muncul dari seorang calon Nabi tidak bisa dikatakan mukjizat, apalagi dari manusia biasa seperti kita.[4]
3.      Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian. Mukjizat terkait erat dengan tantangan dan jawaban terhadap orang-orang yang meragukan kenabian. Jadi peristiwa yang tertkait dengan Nabi, tapi tidak berkenaan dengan kenabian tidak bisa dikatakan sebagai mukjizat.
4.      Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani. Mukjizat merupakan tantangan terhadap orang-orang yang meragukan atau mengingkari kenabian dan mereka tidak mampu melayani tantangan tersebut. Oleh karena itu, kalau tantangan tersebut mampu dilawan atau dikalahkan, maka tantangan tersebut bukanlah bentuk mukjizat.
Keempat unsur tersebut menjadi syarat bagi peristiwa tertentu sehingga peristiwa ini bisa dinamakan mukjizat. Kalau salah satu unsur tersebut tidak ada, maka peristiwa itu tidak bisa dikatakan sebagai mukjizat. Untuk mamahami esensi keempat unsur mukjizat tersebut, kita mesti memahami segi-segi kemukjizatan, khususnya kemukjizatan al-Qur’an.
  1. Perspektif Ulama Mengenai I’jaz al-Qur’an
Dalam ilmu kalam, terjadi perbedaan pandangan para ulama tentang apakah al-Qur’an itu merupakan makhluk atau bukan. Hal itu juga mendasari perbedaan pendapat mengenai mukjizat al-Qur’an. Pendapat mereka terbagi menjadi beberapa ragam, antara lain:
1.      Abu Ishaq Ibrahin al-Nizam dan pengikutnya dari kaum syiah berpendapat bahwa kemukjizatan al-Qur’an adalah dengan cara shirfah. Maksudnya ialah bahwa Allah memalingkan orang-orang arab yang menantang al-Qur’an, padahal sebenarnya mereka mampu untuk menghadapinya. Pendapat ini merupakan pendapat yang salah.[5]
2.      Satu golongan ulama berpendapat bahwa al-Qur’an itu bermukjizat dengan balaghahnya yang mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingannya dan ini adalah pendapat ahli bahasa.[6]
3.      Sebagian yang lain berpendapat bahwa segi kemukjizatan al-Qur’an adalh karena mengandung badi’ yang sangat unik  dan berbeda dengan apa yang dikenal dalam perkataan orang arab pada umumnya.
4.      Golongan yang lain berpendapat bahwa al-Quran itu kemukjizatannya terletak pada pemberitaannya tentang hal-hal yang ghaib, yang telah lalu dan yang akan datang yang tidak ada seorangpun yang tahu.
5.      Satu golongan berpendapat bahwa mukjizat al-Qur’an itu terjadi karena ia mengandung berbagai macam ilmu hikmah yang dalam.
Syeikh Muhammad Ali al-Shabuniy menyebatkan segi-segi kemukjizatan al-Qur’an, yaitu:[7]
1.      Keindahan sastranya yang sama sekali berbeda dengan keindahan sastra yang dimiliki oleh orang-orang arab.
2.      Gaya bahasanya yang unik yang sama sekali berbeda dengan semua gaya bahasa yang dimiliki oleh bangsa Arab.
3.      Kefasihan bahasanya yang tidak mungkin dapat ditandingi dan dilakukan oleh semua makhluk termasuk jenis manusia.
4.      Kesempurnaan syariat yang dibawanya yang mengungguli semua syariat dan aturan-aturan lainnya.
5.      Menampilkan berita-berita yang bersifat eskatologis yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh otak manusia kecuali melalui pemberitaan wahyu al-Qur’an itu sendiri.
6.      Tidak adanya pertentangan antara konsep-konsep yang dibawakannya dengan kenyataan kebenaran hasil penemuan dan penyelidikan ilmu pengetahuan.
7.      Terpenuhinya setiap janji dan ancaman yang diberitakan al-Qur’an.
8.      Ilmu pengetahuan yang dibawanya mencakup ilmu pengetahuan syariat dan ilmu pengetahuan alam (tentang jagat raya).
9.      Dapat memenuhi kebutuhan manusia.
10.  Dapat memberikan pengaruh yang mendalam dan besar pada hati para pengikut dan musuh-musuhnya.
11.  Susunan kalimat dan gaya bahasanya terpelihara dari paradoksi dan kerancuan.
  1. Macam-macam dan Aspek Kemukjizatan al-Qur’an
Secara garis besar mukjizat dapat dibagi ke dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat yang immaterial, logis dan dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi yang terdahulu merupakan salah satu jenis dari mukjizat yang pertama, karena mukjizat mereka bersifat material dan indrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat dijangkau lewat indra oleh masyarakat tempat mereka menyampaikan risalahnya.
Contohnya seperti tidak terbakarnya Nabi Ibrahim ketika dibakar dalam kobaran api yang sangat besar, berubah wujudnya tongkat Nabi Musa ketika berhadapan dengan tukang sihirnya Fir’aun, banjir pada masa Nabi Nuh dan lain-lain. Berbeda dengan mukjizat yang dimiliki oleh Nabi Muhammad, walaupun ada yang bersifat indrawi, namun yang paling dahsyat adalah yang bersifat metafisika yang berupa pemahaman oleh akal. Karena sifatnya yang demikian, maka ia tidak dibatasi oleh waktu dan masa tertentu. Mukjizat al-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang yang menggunakan akalnya dimana dan kapanpun. Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok, yaitu:
1.      Umat para Nabi sebelum Nabi Muhammad membutuhkan kebenaran yang sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Akan tetapi, setelah manusia menanjak dewasa, kedewasaan berpikir indrawi tidak begitu dibutuhkan lagi. Maka dari itu, dapat dikatakan mukjizat para Nabi sebelum Nabi Muhammad hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tertentu. Berbeda dengan Nabi Muhammad yang diutus untuk seluruh umat manusia sampai akhir zaman sehingga bukti kebenarannya harus ada sampai kapanpun juga.
2.      Manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Maka umat Nabi Muhammad membutuhkan bukti kebenaran yang sesuai dengan tingkat pemahaman mereka.
Aspek-aspek kemukjizatan al-Qur’an antara lain sebagai berikut:
a.       Aspek Kebahasaan
Bahasa al-Qur’an sungguh mampu membuat orang terpesona serta singkat, padat, dan akurat. Seperti contoh berikut ini:
“Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras, dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah lembut, dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengam cepat, dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang, dan (malaikat-malaikat) yang mengatur urusan (dunia)”. (Q.S.al-Nazi’at/79:1-5)
b.      Pemberian Ghaib
Salah satu mukjizat al-Qur’an adalah mampu memberitakan kejadian yang telah lampau, seperti kisah Fir’aun yang terjadi pada 12 abad sebelum masehi. Perincian kisah kaum-kaum terdahulu ini tidak satupun diungkap oleh kitab apapun. [8]
Bukan hanya kabar tentang masa lampau, tetapi al-Qur’an mampu memberikan kabar tentang masa depan. Misalnya berita kemenangan Romawi setelah kekalahannya. Bahkan hal itu dijadikan nama surah tersendiri.
c.       Isyarat-Isyarat Ilmiah
Al-Qur’an bukan merupakan kitab atau buku ilmiah, namun al-Qur’an mampu memberikan isyarat ilmiah sebelum manusia menyadari kebenarannya. Contohnya mengenai reproduksi manusia yang diterangkan dalam surah al-Mu’minun: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami  jadikaan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha suci Allah, pencipta Yang Paling Baik”. (Q.S.al-mu’minun/23:12-14)
Ayat tersebut menerangkan mengenai reproduksi manusia. Dan ayat tersebut dikemukakan 15 abad dimana manusia belum mampu untuk mendeteksi proses reproduksi tersebut.











BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat di simpulkan bahwa, I’jaz al-Qur’an merupakan ilmu al-Qur’an yang membahas kekuatan susunan lafal dan kandungan al-Qur’an dan menjadikan tidak mampu atau melemahkan bagi penantangnya. Macam-macam i’jaz sendiri sangat banyak, di antaranya: i’jaz balaghi, i’jaz ’adady, i’jaz lughowy, i’jaz tasyri’i dan lain sebagainya.
M. Quraish Shihab menjelaskan ada empat unsur mukjizat, Keempat unsur tersebut menjadi syarat bagi peristiwa tertentu sehingga peristiwa ini bisa dinamakan mukjizat. Kalau salah satu unsur tersebut tidak ada, maka peristiwa itu tidak bisa dikatakan sebagai mukjizat. Untuk mamahami esensi keempat unsur mukjizat tersebut, kita mesti memahami segi-segi kemukjizatan, khususnya kemukjizatan al-Qur’an.
Dalam ilmu kalam, terjadi perbedaan pandangan para ulama tentang apakah al-Qur’an itu merupakan makhluk atau bukan. Hal itu juga mendasari perbedaan pendapat mengenai mukjizat al-Qur’an. Pendapat mereka terbagi menjadi beberapa ragam.
Secara garis besar mukjizat dapat dibagi ke dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat material indrawi yang tidak kekal dan mukjizat yang immaterial, logis dan dapat dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi yang terdahulu merupakan salah satu jenis dari mukjizat yang pertama, karena mukjizat mereka bersifat material dan indrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut dapat dijangkau lewat indra oleh masyarakat tempat mereka menyampaikan risalahnya. Aspek-aspek kemukjizatan al-Qur’an antara lain aspek kebahasaan, pemberian ghaib, isyarat-isyarat ilmiah.


  1. Saran
Meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Nabi terakhir dan jelas tidak mungkin lagi ada Nabi atau mukjizat sepeninggal beliau. Lebih memahami dan mempelajari i’jaz Al-Qur’an, karena akan semakin menambah keimanan kita sebagai kaum mukminin. Selalu mempelajari i’jaz Al-Qur’an akan semakin memperkaya khazanah keilmuan keislaman, khususnya ilmu Al-Qur’an, sehingga mampu menjawab tantangan globalisasi dan modernisasi dengan isyarat atau kandungan-kandungan yang terdapat dalam Al-Qur’an.

















DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Muchottob. 2003. Studi Al-Qur’an Komprehensif. Jogyakarta: Gama Media.
Nur Efendi, Muhammad Fathurrohman. 2014. Studi Al-Qur’an. Yogyakarta: Teras.
Qaththan, Manna’al. 1995. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Quraish Shihab. 2007. Mukjizat al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib. Bandung: Mizan.

https://id.wikipedia.org/wiki/I%27jaz_al-Qur%27an. (diakses pada tanggal 24 september 2015).




[1] Nur Efendi, Muhammad Fathurrohman, Studi Al-Qur’an. (Yogyakarta: Teras, 2014), 218.
[2] Ibid.,219.
[3]Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Ghaib (Bandung: Mizan, 2007), 35.
[4] Ibid., 36.
[5]Mana’ Khalil Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, terj. (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 2004), 374.
[6]Ibid., 377.
[7]Ash-Shabuuny, Studi Ilmu al-Qur’an, h. 137-178.
[8]Ibid., 232.

1 komentar:

  1. Pelajaran dan pendidikan akhlak sangat penting bagi pelajar muslim di seluruh Indonesia. Bagi seorang muslim dan muslimah sudah seharusnya Kita memiliki semangat dan ghirah dalam mempelajari bahasa arab. Terlebih lagi bahasa arab dan wasilah bagi kita dalam mengenal ilmu syari.
    jelaskan pengertian mukjizat dan irhas Sejarah diturunkannya Al Quran Ufa Bunga SMartphone

    BalasHapus